Minggu, 27 Maret 2016

Filsafat Ilmu Pengetahuan



A.       Pengertian Filsafat


“Mengatakan bahwa secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu “philosophia”, philos yang artinya cinta dan sophia yang artinya kebijaksanaan”. Jadi bisa dikatakan bahwa filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan atau persahabatan dengan pengetahuan. Filsafat juga berarti merefleksikan segala realitas secara logis, sistematis, menyeluruh, radikal dan kritis.
Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, atau pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.


“Berikut beberapa pengertian Filsafat menurut para ahli yaitu :

·         Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
·         Aristoteles (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan   demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
·         Cicero ( (106 – 43 SM ) : Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan)
·         Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
·         Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya)
·         Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan yaitu :
1.         Apakah yang dapat kita kerjakan ? (jawabannya metafisika )
2.       Apakah yang seharusnya kita kerjakan ? (jawabannya Etika )
3.       Sampai dimanakah harapan kita ? (jawabannya Agama )
4.        Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )”.



“Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :

1.         Sebagai dasar dalam bertindak.
2.       Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
3.       Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
4.        Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.


Ciri-ciri berfikir filosfi :
1.         Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.
2.       Berfikir secara sistematis.
3.       Menyusun suatu skema konsepsi, dan
4.        Menyeluruh.”

Jadi dengan mempelajari filsafat kita mendapatkan berbagai manfaat seperti yang telah disebutkan diatas. Selain itu, kita akan dapat berpikir dan menelaah segala sesuatu secara mendalam dan sangat luas.



B.       Asal Mula Filsafat

Dalam buku Jan Hendrik Rapar, “Pustaka Filsafat PENGANTAR FILSAFAT”. (hlm 16-17) Menjelaskan bahwa
“Bagaimanakah filsafat tercipta ? Apa yang menyebabkan manusia berfilsafat ? sebenarnya ada empat hal yang membuat manusia untuk berfilsafat, yaitu ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan.

1.         Ketakjuban
          
Pada mulanya manusia takjub atas benda-benda di sekitarnya, lama-kelamaan ketakjubannya semakin terarah pada hal-hal yang lebih luas, seperti perubahan dan peredaran bulan, matahari, bintang-bintang dan asal mula alam semesta. Hal yang seperti inilah yang membuat manusia berfilsafat.

2.       Ketidakpuasan

Mula-mula banyak mitos dan mite yang berupaya menjelaskan asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta serta sifat-sifat peristiwa itu. Akan tetapi ternyata penjelasan yang diberikan itu membuat manusia tidak merasa puas, akhirnya manusia teru-menerus mencari penjelasan dan keterangan yang lebih pasti dan meyakinkan. Hal inilah yang membuat manusia berfilsafat.

3.       Hasrat bertanya

Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan-pertanyaan dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada habisnya. Hasrat bertanya membuat manusia mempertanyakan segala hal. Pertanyaan yang diajukan itu tidak sekedar terarah pada wujud sesuatu melainkan terarah juga pada dasar  dan hakikatnya. Hal inilah yang membuat manusia berfilsafat.

4.       Keraguan

Manusia selaku penanya yang mempertanyakan sesuatu dengan tujuan mendapat penjelasan dan keterangan mengenai sesuatu yang dipertanyakan tersebut. Tentu saja hal itu berarti manusia mempertanyakan segala sesuatu yang tidak jelas oleh karena itu maka manusia akan terus bertanya. Karena itulah manusia berfilsafat”.



C.       Filsafat Ilmu Pengetahuan

Filsafat memiliki berbagai cabang, salah satunya adalah Filsafat Sebagai Ilmu Pengetahuan. Menurut http://syiena.wordpress.com/2008/03/21/filsafat-ilmu-pengetahuan/ (diakses tanggal 21-05-2013)
Mengatakan bahwa : “Menurut Didi (1997) ilmu pengetahuan (dalam hal ini pengetahuan ilmiah) harus diperoleh dengan cara sadar, melakukan sesuatu tehadap objek, didasarkan pada suatu sistem, prosesnya menggunakan cara yang lazim, mengikuti metode serta melakukannya dengan cara berurutan yang kemudian diakhiri dengan verifikasi atau pemeriksaan tentang kebenaran ilimiahnya (kesahihan). Dengan demikian pendekatan filsafat ilmu mempunyai implikasi pada sistematika pengetahuan sehingga memerlukan prosedur, harus memenuhi aspek metodologi, bersifat teknis dan normatif akademik. Pada kenyataannya filsafat ilmu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, perkembangannya seiring dengan pemikiran tertinggi yang dicapai manusia”.

Dalam buku Jujun Suriasumantri, “Ilmu Dalam Perspektif” (hlm 3-5) Mengatakan bahwa : Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab oertanyaan-pertanyaan ini. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Untuk bisa menghargai ilmu sebagaimana mestinya, kita harus mengerti apakah hakekat ilmu sebenarnya.

Pada hakekatnya upaya manusia dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok, yaitu : Apa yang ingin kita ketahui?”  akan dibahas dalam Ontologi Ilmu, “ Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan ?”  akan dibahas dalam Epistemologi Ilmu, dan “Apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita ?  akan dibahas dalam Axiologi Ilmu”.

1.         Landasan Ontologi

 Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “Apakah yang ingin diketahui ilmu ?”

Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dari aliran ini muncul empat macam aliran filsafat, yaitu :
1.         Aliran Materialisme
2.       Aliran Idealisme
3.       Aliran Dualisme
4.        Aliran Agnoticisme.

Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.
·         Menurut Aristoteles dalam “The First Philosophy” : Kata ontologis berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan logos = logic. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).”
·         Menurut S. Suriasumantri dalam “Pengantar Ilmu dalam Prespektif” : Ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
·         Menurut A. Dardiri dalam “Humaniora, filsafat, dan logika” : Ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan.

Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian (asumsi) mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan asumstif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita.

Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai obyek empirisnya yaitu :
·         Asumsi pertama : Asumsi ini menganggap bahwa obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain misalnya dalam hal bentuk struktur, sifat dsb. Klasifikasi [taksonomi] merupakan pendekatan keilmuan pertama terhadap obyek.
·         Asumsi kedua : Asumsi ini menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu (tidak absolut tapi relatif). Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu obyek dalam keadaan tertentu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan keilmuan terhadap obyek yang sedang diselidiki.
·         Asumsi ketiga : Asumsi ini menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan/sekuensial kejadian yang sama. Misalnya langit ,mendung maka turunlah hujan. Hubungan sebab akibat dalam ilmu tidak bersifat mutlak. Ilmu hanya mengemukakan bahwa "X" mempunyai kemungkinan[peluang] yang besar mengakibatkan terjadinya "Y". Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). Statistika adalah teori peluang.

Setelah membaca buku Jujun Suriasumantri, “Ilmu Dalam Perspektif” saya dapat menyimpulkan bahwa “Ontologi membahas apa yang ingin diketahui oleh ilmu. Ilmu akan meneliti segala sesuatu agar dapat diketahui kebenarannya tpi ilmu membatasi pada hal-hal yang bersifat empiris saja. Empiris adalah pengalaman / segala sesuatu yang dapat kita tangkap lewat panca indera kita. Contoh  : meja, kursi, dll.”


2.       Landasan Epistemologi

Pembahasan tentang epistemologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan ?”

Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi, istilah etomologi berasal dari kata Yunani “episteme” = pengetahuan dan “logos” = teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah :

1.         Metode Induktif = Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyatan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum
2.       Metode Deduktif = Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.
3.       Metode Potivisme = Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif.
4.        Metode Kontemplatif = Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan sutu kemampuanakal yang disebut dengan intuisi.
5.       Metode Dialektis = Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat.

Setelah membaca buku Jujun Suriasumantri, “Ilmu Dalam Perspektif” saya dapat menyimpulkan bahwa “Epistemologi membahas secara mendalam proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang dida[at / diperoleh melalui proses tertentu yang disebut metode keilmuan.  Metode keilmuan adalah gabungan antara pendekatan rasional dan empiris. Rasionalisme memberikan kerangka penilaian yang koheren dan logis sedangkan Empirisme memberikan kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran.

 Kelebihan dari berpikir secara keilmuan terletak pada pengetahuan yang tersusun secara logis dan sistematis serta telah teruji kebenarannya. Kerugian dari berpikir secara keilmuan yaitu kita hanya dapat memperoleh pengetahuan dengan cara persepsi, ingatan dan penalaran.  Persepsi, kita hanya dapat mengandalkan panca indera kita yang jelas mempunyai kelemahan. Contohnya : kita tidak dapat mencium aroma ikan bakar yang ada di Pulau Khayangan sementara kita berada di Pantai Losari. Ingatan, kita tidak dapat mengandalakan ingatan kita karena kita akan tetap lupa dan otak kita tidak dapat diandalkan sepenuhnya untuk menyimpan seluruh yang telah kita pelajari / alami. Contohnya : Minggu lalu kita belajar Filsafat karena besok ada ulangan, belum tentu tiga hari yang akan datang kita masih mengigat dengan jelas apa yang telah kita pelajari tentang filsafat. Penalaran, kita tidak mungkin dapat menarik kesimpulan jika kita belum mengetahui kebenarannya. Contohnya : kita belum tahu kita akan dapat nilai berapa pada saat ujian jika ujian tersebut belum diperiksa dan diuji oleh dosen.

Tujuan utama kegiatan keilmuan adalah mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hokum, kaidah, dll. Tapi bagaimanakah cara kita mendapat kesimpulan yang bersifat umum ? Ada 2 cara yang dapat membantu kita dalam penarikan kesimpulan yaitu :
1.         Induktif = proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. Contohnya : Semua logam dapat menghantarkan listrik, Seng adalah logam jadi seng dapat menghantarkan listrik
2.       Deduktif = proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum. Contohnya : Seng adalah logam dan dapat menghantarkan listrik, Jadi semua logam dapat menghantarkan listrik”.

3.       Landasan Axiologi

Pembahasan tentang epistemologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab Apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita ?”

Pengertian Axiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “axios” yang berarti nilai dan “logos” yang berarti teori. Jadi Axiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud disini adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.


Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti yaitu :

1.         Arti Pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia.
2.       Arti Kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain.

Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah laku manusia baik atau buruk.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.

Nilai itu objektif ataukah subjektif  sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat.
·         Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, makna dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
·         Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.

Permasalahan aksiologi meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status metafisika nilai. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitikberatkan pada kodrat dan martabat. Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan universal.

Setelah membaca buku Jujun Suriasumantri, “Ilmu Dalam Perspektif” saya dapat menyimpulkan bahwa “Axiologi ilmu membahas tentang apakah kegunaan ilmu ? Memang tidak dapat disangkal bahwa ilmu telah membantu manusia dalam banyak hal seperti : kelaparan, penyakit, dll. Tapi apakah ilmu itu selalu baik bagi kita semua ? Sebenarnya ilmu bersifat netral, jadi baik atau buruknya ilmu itu tergantung dari manusia atau ilmuwan yang memakainnya. Contoh : Pembuatan nuklir jika digunakan dengan untuk membantu kehidupan manusia nuklir dapat menjadi sebuah pembangkit listrik yang sangat besar, tapi jika digunakan untuk membuat manusia menderita (disalahgunakan) maka nuklir tersebut dapat membunuh banyak manusia. Oleh karena itu manusia atau ilmuwan harus mampu menilai baik / buruknya tindakan yang mereka lakukan itu dan harus didasari oleh landasan moral yang kuat agar dapat menciptakan system nilai yang baik pula”.

D.       Kesimpulan :

Pengkajian terhadap suatu bidang pengetahuan harus dibangun dari fondasi filsafat yang kuat, jelas, terarah, sistematis, berdasarkan norma-norma keilmuan dan dapat dipertanggungjawabkan. Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan dalam menguak landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hal. Pertama, pendekatan ontologi, yaitu ilmu yang mengkaji tentang hakikat. Kedua, pendekatan epistemologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam menemukan sumber pengetahuan itu terdapat beberapa metode yaitu induktif, deduktif, positivisme, kontemplatif, dan dialektis. Ketiga, pendekatan aksiologi, yaitu teori tentang nilai (etika dan estetika). Pada adasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat manusia itu sendiri, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan universal.


Referensi dari Buku :
Jujun S. Suriasumnatri, “Tentang Hakekat Ilmu : Sebuah Pengantar Redaksi”.
Jan Hendrik Rapar, “Pustaka Filsafat PENGANTAR FILSAFAT”.

Dan dari website :