A.
Pengertian Filsafat
Dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/pengertian-filsafat/
(diakses tanggal 21-05-2013)
“Mengatakan bahwa secara etimologi, istilah
filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani
yaitu “philosophia”, philos yang
artinya cinta dan sophia yang artinya
kebijaksanaan”. Jadi bisa dikatakan bahwa filsafat berarti cinta akan
kebijaksanaan atau persahabatan dengan pengetahuan. Filsafat juga berarti
merefleksikan segala realitas secara logis, sistematis, menyeluruh, radikal dan
kritis.
Dan seorang filsuf adalah pencari
kebijaksanaan, atau pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
“Berikut beberapa pengertian Filsafat menurut
para ahli yaitu :
·
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak
lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
·
Aristoteles (384 –
322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab
dan asas segala benda. Dengan demikian
filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah
dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
·
Cicero ( (106 – 43 SM
) :
Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia
juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan)
·
Johann Gotlich Fickte
(1762-1814 ) : Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari
ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan
sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan
seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
·
Paul Nartorp (1854 –
1924 ) : Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang
sama, yang memikul sekaliannya)
·
Imanuel Kant ( 1724 –
1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok
dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan yaitu
:
1.
Apakah yang dapat kita kerjakan ?
(jawabannya metafisika )
2.
Apakah yang seharusnya kita
kerjakan ? (jawabannya Etika )
3.
Sampai dimanakah harapan kita ?
(jawabannya Agama )
4.
Apakah yang dinamakan manusia ?
(jawabannya Antropologi )”.
Dalam http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.html
(diakses tanggal 21-05-2013)
“Manfaat filsafat dalam
kehidupan adalah :
1.
Sebagai dasar dalam bertindak.
2. Sebagai dasar dalam
mengambil keputusan.
3. Untuk mengurangi
salah paham dan konflik.
4.
Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang
selalu berubah.
Ciri-ciri berfikir filosfi
:
1.
Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang
tinggi.
2.
Berfikir secara sistematis.
3.
Menyusun suatu skema konsepsi, dan
4.
Menyeluruh.”
Jadi dengan mempelajari filsafat
kita mendapatkan berbagai manfaat seperti yang telah disebutkan diatas. Selain
itu, kita akan dapat berpikir dan menelaah segala sesuatu secara mendalam dan
sangat luas.
B.
Asal Mula Filsafat
Dalam buku Jan
Hendrik Rapar, “Pustaka Filsafat PENGANTAR FILSAFAT”. (hlm 16-17)
Menjelaskan bahwa
“Bagaimanakah filsafat tercipta ? Apa yang
menyebabkan manusia berfilsafat ? sebenarnya ada empat hal yang membuat manusia
untuk berfilsafat, yaitu ketakjuban,
ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan.
1.
Ketakjuban
Pada mulanya manusia takjub atas benda-benda di
sekitarnya, lama-kelamaan ketakjubannya semakin terarah pada hal-hal yang lebih
luas, seperti perubahan dan peredaran bulan, matahari, bintang-bintang dan asal
mula alam semesta. Hal yang seperti inilah yang membuat manusia berfilsafat.
2.
Ketidakpuasan
Mula-mula banyak mitos dan mite yang berupaya menjelaskan
asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta serta
sifat-sifat peristiwa itu. Akan tetapi ternyata penjelasan yang diberikan itu
membuat manusia tidak merasa puas, akhirnya manusia teru-menerus mencari
penjelasan dan keterangan yang lebih pasti dan meyakinkan. Hal inilah yang
membuat manusia berfilsafat.
3.
Hasrat bertanya
Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan-pertanyaan
dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada
habisnya. Hasrat bertanya membuat manusia mempertanyakan segala hal. Pertanyaan
yang diajukan itu tidak sekedar terarah pada
wujud sesuatu melainkan terarah juga pada dasar dan hakikatnya. Hal inilah yang membuat
manusia berfilsafat.
4.
Keraguan
Manusia selaku penanya yang mempertanyakan sesuatu dengan
tujuan mendapat penjelasan dan keterangan mengenai sesuatu yang dipertanyakan
tersebut. Tentu saja hal itu berarti manusia mempertanyakan segala sesuatu yang
tidak jelas oleh karena itu maka manusia akan terus bertanya. Karena itulah
manusia berfilsafat”.
C. Filsafat Ilmu Pengetahuan
Filsafat memiliki
berbagai cabang, salah satunya adalah Filsafat Sebagai Ilmu Pengetahuan.
Menurut http://syiena.wordpress.com/2008/03/21/filsafat-ilmu-pengetahuan/
(diakses tanggal 21-05-2013)
Mengatakan bahwa :
“Menurut Didi (1997) ilmu pengetahuan
(dalam hal ini pengetahuan ilmiah) harus diperoleh dengan cara sadar, melakukan
sesuatu tehadap objek, didasarkan pada suatu sistem, prosesnya menggunakan cara
yang lazim, mengikuti metode serta melakukannya dengan cara berurutan yang
kemudian diakhiri dengan verifikasi atau pemeriksaan tentang kebenaran
ilimiahnya (kesahihan). Dengan demikian pendekatan filsafat ilmu mempunyai
implikasi pada sistematika pengetahuan sehingga memerlukan prosedur, harus
memenuhi aspek metodologi, bersifat teknis dan normatif akademik. Pada kenyataannya
filsafat ilmu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, perkembangannya
seiring dengan pemikiran tertinggi yang dicapai manusia”.
Dalam buku Jujun
Suriasumantri, “Ilmu Dalam Perspektif” (hlm 3-5) Mengatakan bahwa : “Ilmu merupakan
salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab oertanyaan-pertanyaan
ini. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Untuk bisa menghargai
ilmu sebagaimana mestinya, kita harus mengerti apakah hakekat ilmu sebenarnya.”
Pada hakekatnya upaya
manusia dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok, yaitu
: “Apa
yang ingin kita ketahui?” akan dibahas dalam Ontologi Ilmu, “ Bagaimanakah cara kita memperoleh
pengetahuan ?” akan dibahas dalam
Epistemologi Ilmu, dan “Apakah nilai pengetahuan tersebut bagi
kita ? akan dibahas dalam Axiologi
Ilmu”.
1.
Landasan Ontologi
“Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “Apakah yang ingin diketahui ilmu ?”
Dalam
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/landasan-ontologi-epistemologi-dan.html (diakses tanggal 21-05-2013) mengatakan
bahwa :
Ontologi merupakan
cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dari aliran
ini muncul empat macam aliran filsafat, yaitu :
1.
Aliran Materialisme
2.
Aliran Idealisme
3.
Aliran Dualisme
4.
Aliran Agnoticisme.
Ontologi merupakan
salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.
·
Menurut Aristoteles dalam “The First
Philosophy” : Kata ontologis berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan
logos = logic. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori
tentang keberadaan sebagai keberadaan).”
·
Menurut S.
Suriasumantri dalam “Pengantar Ilmu dalam Prespektif” : Ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau
dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
·
Menurut A. Dardiri dalam “Humaniora,
filsafat, dan logika” : Ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang
nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari
kategori-kategori yang logis yang berlainan”.
Untuk mendapatkan
pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian (asumsi)
mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan asumstif
inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita.
Ilmu memiliki tiga
asumsi mengenai obyek empirisnya yaitu :
·
Asumsi pertama : Asumsi ini
menganggap bahwa obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain
misalnya dalam hal bentuk struktur, sifat dsb. Klasifikasi [taksonomi]
merupakan pendekatan keilmuan pertama terhadap obyek.
·
Asumsi kedua : Asumsi ini
menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu
(tidak absolut tapi relatif). Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah
laku suatu obyek dalam keadaan tertentu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian
yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam
jangka waktu tertentu. Dengan demikian memungkinkan kita untuk melakukan
pendekatan keilmuan terhadap obyek yang sedang diselidiki.
·
Asumsi ketiga : Asumsi ini
menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan.
Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan
urutan/sekuensial kejadian yang sama. Misalnya langit ,mendung maka turunlah
hujan. Hubungan sebab akibat dalam ilmu tidak bersifat mutlak. Ilmu hanya mengemukakan
bahwa "X" mempunyai kemungkinan[peluang] yang besar mengakibatkan
terjadinya "Y". Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi
yang bersifat peluang (probabilistik).
Statistika adalah teori peluang.
Setelah membaca buku Jujun Suriasumantri, “Ilmu Dalam Perspektif” saya
dapat menyimpulkan bahwa “Ontologi membahas apa yang ingin diketahui oleh ilmu.
Ilmu akan meneliti segala sesuatu agar dapat diketahui kebenarannya tpi ilmu
membatasi pada hal-hal yang bersifat empiris saja. Empiris adalah pengalaman /
segala sesuatu yang dapat kita tangkap lewat panca indera kita. Contoh : meja, kursi, dll.”
2. Landasan Epistemologi
Pembahasan tentang epistemologi sebagai dasar
ilmu berusaha untuk menjawab “Bagaimanakah cara kita memperoleh
pengetahuan ?”
Dalam
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/landasan-ontologi-epistemologi-dan.html (diakses tanggal 21-05-2013) mengatakan
bahwa :
“Epistemologi juga disebut teori pengetahuan
(theori of knowledge). Secara etomologi, istilah etomologi berasal dari kata
Yunani “episteme” = pengetahuan dan “logos” = teori. Epistemologi dapat
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber,
struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia
melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori
pengetahuan, di antaranya adalah :
1.
Metode Induktif = Induksi yaitu suatu metode yang
menyimpulkan pernyataan-pernyatan hasil observasi disimpulkan dalam suatu
pernyataan yang lebih umum
2.
Metode Deduktif = Deduksi ialah
suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut
dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.
3.
Metode Potivisme = Metode ini
dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang
telah diketahui, yang faktual, yang positif.
4.
Metode Kontemplatif = Metode ini
mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya
dikembangkan sutu kemampuanakal yang disebut dengan intuisi.
5.
Metode Dialektis = Dalam filsafat,
dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat”.
Setelah membaca buku Jujun Suriasumantri, “Ilmu Dalam Perspektif” saya
dapat menyimpulkan bahwa “Epistemologi membahas secara mendalam proses yang
terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan
pengetahuan yang dida[at / diperoleh melalui proses tertentu yang disebut metode keilmuan. Metode keilmuan adalah gabungan antara
pendekatan rasional dan empiris. Rasionalisme memberikan kerangka penilaian
yang koheren dan logis sedangkan Empirisme memberikan kerangka pengujian dalam
memastikan suatu kebenaran.
Kelebihan dari berpikir secara
keilmuan terletak pada pengetahuan yang tersusun secara logis dan sistematis
serta telah teruji kebenarannya. Kerugian dari berpikir secara keilmuan yaitu
kita hanya dapat memperoleh pengetahuan dengan cara persepsi, ingatan dan penalaran.
Persepsi, kita hanya dapat mengandalkan panca indera kita yang jelas mempunyai
kelemahan. Contohnya : kita tidak dapat mencium aroma ikan bakar yang ada di
Pulau Khayangan sementara kita berada di Pantai Losari. Ingatan, kita tidak
dapat mengandalakan ingatan kita karena kita akan tetap lupa dan otak kita
tidak dapat diandalkan sepenuhnya untuk menyimpan seluruh yang telah kita
pelajari / alami. Contohnya : Minggu lalu kita belajar Filsafat karena besok
ada ulangan, belum tentu tiga hari yang akan datang kita masih mengigat dengan
jelas apa yang telah kita pelajari tentang filsafat. Penalaran, kita tidak
mungkin dapat menarik kesimpulan jika kita belum mengetahui kebenarannya.
Contohnya : kita belum tahu kita akan dapat nilai berapa pada saat ujian jika
ujian tersebut belum diperiksa dan diuji oleh dosen.
Tujuan utama kegiatan keilmuan
adalah mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hokum,
kaidah, dll. Tapi bagaimanakah cara kita mendapat kesimpulan yang bersifat umum
? Ada 2 cara yang dapat membantu kita dalam penarikan kesimpulan yaitu :
1.
Induktif = proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke
hal-hal yang bersifat khusus. Contohnya : Semua logam dapat menghantarkan listrik,
Seng adalah logam jadi seng dapat menghantarkan listrik
2. Deduktif = proses penarikan
kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum.
Contohnya : Seng adalah logam dan dapat menghantarkan listrik, Jadi semua logam
dapat menghantarkan listrik”.
3.
Landasan Axiologi
Pembahasan tentang epistemologi sebagai dasar
ilmu berusaha untuk menjawab “Apakah nilai pengetahuan tersebut
bagi kita ?”
Dalam
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/landasan-ontologi-epistemologi-dan.html (diakses tanggal 21-05-2013) mengatakan
bahwa :
”Pengertian
Axiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “axios”
yang berarti nilai dan “logos” yang
berarti teori. Jadi Axiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud
disini adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai
dalam dua bentuk arti yaitu :
1.
Arti Pertama, etika merupakan
suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan
manusia.
2.
Arti Kedua, merupakan suatu
predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau
manusia-manusia lain.
Objek formal etika
meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah laku manusia
baik atau buruk.
Sedangkan estetika
berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia
terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Nilai itu objektif
ataukah subjektif sangat tergantung dari
hasil pandangan yang muncul dari filsafat.
·
Nilai akan menjadi
subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal,
kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, makna dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai
subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi
manusia, seperti perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu
akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
·
Nilai itu objektif, jika ia tidak
tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul
karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini
beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang
memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.
Permasalahan
aksiologi meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status metafisika
nilai. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup
manusia dan kesejahteraannya dengan menitikberatkan pada kodrat dan martabat. Untuk
kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan
dipergunakan secara komunal dan universal”.
Setelah membaca buku Jujun Suriasumantri, “Ilmu Dalam Perspektif” saya
dapat menyimpulkan bahwa “Axiologi ilmu membahas tentang apakah kegunaan ilmu ?
Memang tidak dapat disangkal bahwa ilmu telah membantu manusia dalam banyak hal
seperti : kelaparan, penyakit, dll. Tapi apakah ilmu itu selalu baik bagi kita
semua ? Sebenarnya ilmu bersifat netral, jadi baik atau buruknya ilmu itu
tergantung dari manusia atau ilmuwan yang memakainnya. Contoh : Pembuatan nuklir
jika digunakan dengan untuk membantu kehidupan manusia nuklir dapat menjadi
sebuah pembangkit listrik yang sangat besar, tapi jika digunakan untuk membuat
manusia menderita (disalahgunakan) maka nuklir tersebut dapat membunuh banyak
manusia. Oleh karena itu manusia atau ilmuwan harus mampu menilai baik /
buruknya tindakan yang mereka lakukan itu dan harus didasari oleh landasan
moral yang kuat agar dapat menciptakan system nilai yang baik pula”.
D. Kesimpulan :
Pengkajian
terhadap suatu bidang pengetahuan harus dibangun dari fondasi filsafat yang
kuat, jelas, terarah, sistematis, berdasarkan norma-norma keilmuan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara
mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan dalam menguak
landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hal. Pertama,
pendekatan ontologi, yaitu ilmu yang mengkaji tentang hakikat. Kedua,
pendekatan epistemologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam menemukan
sumber pengetahuan itu terdapat beberapa metode yaitu induktif, deduktif,
positivisme, kontemplatif, dan dialektis. Ketiga, pendekatan aksiologi, yaitu
teori tentang nilai (etika dan estetika). Pada adasarnya ilmu harus digunakan
untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk
meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan
pada kodrat dan martabat manusia itu sendiri, maka pengetahuan ilmiah yang
diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan universal.
Referensi dari Buku :
Jujun S.
Suriasumnatri, “Tentang Hakekat Ilmu : Sebuah Pengantar Redaksi”.
Jan Hendrik Rapar,
“Pustaka Filsafat PENGANTAR FILSAFAT”.
Dan
dari website :